Selasa, 24 Juni 2014

Ujian dan Cobaan



UJIAN DAN COBAAN

1.        Ujian dan Cobaan Menurut Pandangan Islam
Hidup adalah perjuangan”, istilah itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.
Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Ibadah kepada Allah swt, itulah perjuangan hidup yang diajarkan di dalam Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk bermalas-malasan. Islam mengajarkan umatnya untuk berjuang, karena Islam mengajarkan bahwa Allah swt tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendirilah yang harus berjuang untuk merubahnya. Sama saja dengan seorang karyawan yang direkrut untuk bekerja, kalau dia tidak mau bekerja maka berhenti saja menjadi karyawan.
Satu hal yang identik dengan perjuangan adalah adanya cobaan. Cobaan adalah salah satu bagian dari setiap perjuangan yang tidak dapat dihindarkan, pasti dialami dan dirasakan oleh setiap manusia dalam perjalanan hidup.
Cobaan memang terkadang terasa sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah dialaminya.
Umat muslim tidak pantas bersikap demikian. Putus asa dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah sifat seorang muslim. Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan berpikiran positif. Berbaik sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu Allah swt adalah jalan terbaik yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya Allah swt akan menjawah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya berprasangka buruk, maka keburukanlah yang akan diterimanya. Namun, jika hambanya senantiasa berbaik sangka maka Allah swt pun akan memberikan kebaikan kepadanya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt di dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
 “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HR. Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675, lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
Islam telah mengajarkan kepada umatnya bahwa tidak ada sesuatu apapun yang telah diciptakan di dunia ini melainkan pasti ada manfaatnya. Tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia, dan tidak ada pula yang diciptakan tanpa tujuan. Allah swt telah memperhitungkannya dengan sangat sempurna. Bahkan Islam mengajarkan bahwa setiap cobaan itu merupakan salah satu bentuk pembersih dari dosa-dosa yang telah diperbuat, cobaan merupakan tanda cinta dari Allah swt. Semakin Allah swt mencintai seorang hamba maka semakin banyak cobaan yang akan diberikan-Nya. Hal itu tidak lain hanyalah untuk semakin meningkatkan rasa cinta dan kedekatan umatnya kepada-Nya.
Islam memandang cobaan sebagai suatu pelajaran yang bernilai positif, bukan sebagai satu hal yang negatif. Begitulah kacamata Islam, selalu mengajarkan untuk melihat dengan kacamata positif. Cobaan merupakan gudang hikmah yang sangat berharga. Banyak hikmah yang dapat dipetik melalui sebuah cobaan, di antaranya adalah:
·      Cobaan Sebagai Pembersih
Dalam kacamata Islam, cobaan yang menimpa seorang muslim sebenarnya adalah bukti kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Karena, dengan cobaan itulah Allah swt akan membersihkan seseorang dari dosa-dosanya yang telah overload. Kalau dosa-dosa tersebut tidak dibersihkan, tentu saja akan mencelakakan manusia tersebut.
Pembersihan dilakukan oleh Allah swt untuk mengurangi siksa Allah swt yang pedih di akhirat kelak. Allah swt pun tidak menginginkan hamba-Nya menemui-Nya dalam keadaan penuh dengan dosa, sehingga Allah swt membersihkan atau menghisapnya terlebih dahulu. Itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Dan itulah salah satu wujud indahnya berada di dalam naungan Islam. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143).
·         Penyempurnaan Keimanan
Dalam ajaran Islam, cobaan merupakan salah satu media yang dapat menyempurnakan keimanan seseorang. Karena, kesempurnaan iman dapat dilihat dari keitiqomahannya untuk tetap taat kepada Allah swt baik dalam keadaan senang maupun susah.
Rasulullah saw bersabda mengenai bagaimanakah sifat seorang muslim yang sebenarnya, yang artinya:
 “Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999).
·         Mengingatkan Umatnya
Islam juga menganggap cobaan sebagai alarm pengingat pesan bagi seluruh umatnya. Dengan cobaan itulah, Allah swt senantiasa mengingatkan manusia bahwa mereka itu adalah makhluk yang lemah, tiada daya dan upaya kecuali atas izin dan kehendak Allah swt. Tidak ada yang patut dibanggakan atau disombongkan. Rasulullah saw telah berfirman yang artinya:
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HR. Bukhari no. 6053)
Hadits di atas jelas sekali mengingatkan umat Islam bahwa hidup ini hanyalah ibarat sebuah perjalanan, yang suatu saat pasti akan berakhir atau mencapai tempat tujuannya, yaitu kampung akhirat.
Dengan adanya cobaan, maka umat muslim akan senantiasa diingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang kuat dan tidak ada pula yang abadi. Semua akan kembali kepada Allah swt.

2.        Menghadapi Percobaan Hidup
Pada ayat-ayat yang di atas telah dijanjikan Tuhan bahwa nikmat itu akan terus-menerus disempurnakan, Nikmat pertama dan utama ialah diutusnya Rasulullah s.a w. menjadi Rasul Beliaulah yang akan memimpin perjuangan selanjutnya. Sebab itu tetaplah mengingat Allah supaya Allah ingat pula akan kamu dan syukurilah nikmatNya, jangan kembali kepada kufur, yaitu melupa­kan jasa dan tidak mengingat budi
Dengan perubahan kiblat setelah berasa di Madinah 16 atau 17 bulan kamu telah dibawa melangkah lebih maju Akhirnya kelak kemenangan yang gilang-gemilang akan diberikan Tuhan kepada kamu. Tetapi adalah satu syarat utama yang wajib kamu penuhi. Sebab perobahan-perobahan besar dan kejadian yang akan diberikan Tuhan kelak kepadamu itu bukanlah terletak di atas talam, perak, lalu dihidangkan saja kepadamu. Melainkan amat bergantung kepada usaha dan semangat kegiatanmu sendiri. Maka peristiwa-peristiwa yang dah­syat akan bertemulah oleh kamu dalam Shirathal Mustaqim yang kamu lalui itu. Syarat utama itu ialah :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
"Wahai orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (ayat 153).
Maksud ini adalah maksud yang besar. Suatu cita-cita yang tinggi. Mene­gakkan kalimat Allah, memancarkan tonggak Tauhid dalam alam. Memban­teras perhambaan diri kepada yang selain Allah. Apabila langkah ini telah dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya pasti sukar. Bertambah mulia dan tinggi yang dituju, bertambah sukarlah dihadapi. Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati yang teguh dan pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun mulianya cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah maksud akan tercapai. Nabi-nabi yang dahulu daripada Muhammad s.a.w: semuanya telah menempuh jalan itu dan semuanya meng­hadapi kesulitan.
Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Muhammad wajiblah sabar, sabar menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang dicita-citakan. Jangan gelisah tetapi hendaklah tekap hati.
Sampai seratus satu kali kalimat sabar tersebut dalam al-Quran. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa yang dimaksud. Hanya dengan sabar orang bisa mencapai derajat Iman dalam perjuangan. Hanya dengan sabar menyampaikan nasihat kepada orang yang lalai. Hanya dengan sabar kebena­ran dapat ditegakkan.
Lebih 25 tahun Ya'kub sabar menunggu pulang anaknya yang hilang, sampai berputih mata; akhirnya anaknya Yusuf kembali juga. Tujuh tahun Yusuf menderita penjara karena fitnah; dengan sabarnya dia jalani nasibnya; akhirnya dia dipanggil buat menjadi Menteri Besar.
Bertahun Ayub menderita penyakit , sehingga tersisih dari anak isteri; akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan dan setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi20, karena semua sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyem­purnakan kalimat-kalimat ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa de­ngan Bani-Israil. Ismail membangun angkatan Arab yang baru. Isa Almasih dengan Hawariyin semuanya dengan sabar.
Ada Nabi yang nyaris kena hukuman karena tidak sabar; yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena seruannya tidak diperdulikan. Maka buat melatih jiwa dia ditakdirkan masuk perut ikan beberapa hari lamanya. Tetapi keluar dari sana dia membangun diri lagi dengan kesabaran.
Sebab itu sabarlah perbentengan diri yang amat teguh.
Sabar memang berat dan sabar memanglah tidak terasa apa faedahnya jlka bahaya dan kesulitan belum datang. Apabila datang suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan tidak disangka-sangka, memang tim­bullah perjuangan dalam batin. Perjuangan yang amat hebat. Tarik menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.
Kita gelisah, namun hati kecil kita sendiri tidaklah senang akan kegelisahan itu. Suatu waktu orang yang belum juga menang ketenangannya atas kegelisa­hannya bisa jadi memandang gelap hidup ini, sehingga dari sangat gelapnya mau rasanya mati saja. Mungkin dengan mati kesulitan itu akan habis, lalu dia membunuh diri.
Seseorang yang tengah diperiksa polisi karena suatu tuduhan kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada yang silap sehingga dia ingin hendak membunuh diri. Katanya setelah saya mati nanti, mereka akan dapat membuktikan juga bahwa saya tidak salah dalam hal ini. Lantaran itu dalam sangatnya pemeriksaan itu, polisi menjaga benar-benar supaya barang-barang yang tajam, sampai pisau silet penculcur janggut, dijauhkan daripadanya.
Sudah kita katakan, hati kecil yang di dalam tidaklah suka akan kegelisahan itu. Maka hati kecil yang di dalam itulah yang harus ditenangkan. Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi tidak boleh dipisahkan dengan shalat! Ingat Tuhan! Hati kecil yang telah dikepung oleh kegelisahan dan kekacauan itu harus dibebaskan dari kepungan itu. Lepaskan dia menghadap Tuhan; Allahu Akbar! Allah Maha Besar !
Mengapa aku mesti gelisah? Padahal buruk clan baik adalah giiiran masa yang pasti atas diriku, bukankah dahulu dari ini aku disenangkanNya? mengapa aku demikian bodoh, sampai terangan-angan dalam perasaan hendak mem bunuh diri? Bukankah dengan membunuh diri keadaanku di akhirat, di sebe­rang maut itu, akan lebih lagi menghadapi kemurkaan Tuhan?
Allahu Akbar! Allah Maha Besar!
Segala urusan dunia ini adalah kecil belaka. Kesulitan yang aku hadapipun soal kecil saja bagi Tuhan, akupun akan memandangnya kesulitan yang kecil saja. Aku memandangnya soal besar, sebab aku tidak insaf bahwa jiwaku kecil. Aku gelisah lantaran kesulitan. Aku mesti mencari di mana sebabnya, kemu­dian ketahuanlah sebabnya. Yaitu ada sesuatu selain Allah yang mengikat hatiku. Mungkin hartabenda, mungkin kemegahan dunia, mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga yang lain. Sehingga aku lupa samasekali tujuan hidupku yang sebenarnya, yaitu Tuhan dengan keredhaanNya, sebab itu aku mesti shalat.
Maka apabila ketenangan telah diperteguh dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat; keduanya mesti sejalan. Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan yakin, kita akan merasa bahwa kian lama hijab dinding kian terbuka. Berangsur-angsur jiwa kita terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan telah berdaulat dalam hati kita.
Waktu itupun baru kita ketahui bahwa kita terjatuh ke dalam kesulitan tadi, ialah karena pengaruh yang lain telah masuk ke dalam jiwa; terutama syaitan, Yang ingin sekali kita hancur. Maka berangsurlah naik sari cahaya iman kepada waja. Barulah berarti kembali segala ayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya. Kita telah kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu kekayaan, yang langit dan bumipun tidak seimbang.
Buat menilai harganya. Di sinilah terasa ujung ayat:
إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن             
"Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar." (ujung ayat 153).

0 komentar:

Posting Komentar