UJIAN DAN COBAAN
1.
Ujian dan Cobaan Menurut Pandangan
Islam
Hidup adalah perjuangan”, istilah itulah yang mungkin paling
tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia
yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan.
Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang
mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.
Di dalam ajaran Islam, Allah swt
mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk
mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau
beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Ibadah kepada Allah swt, itulah
perjuangan hidup yang diajarkan di dalam Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya
untuk bermalas-malasan. Islam mengajarkan umatnya untuk berjuang, karena Islam
mengajarkan bahwa Allah swt tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum
itu sendirilah yang harus berjuang untuk merubahnya. Sama saja dengan seorang
karyawan yang direkrut untuk bekerja, kalau dia tidak mau bekerja maka berhenti
saja menjadi karyawan.
Satu hal yang identik dengan
perjuangan adalah adanya cobaan. Cobaan adalah salah satu bagian dari setiap
perjuangan yang tidak dapat dihindarkan, pasti dialami dan dirasakan oleh
setiap manusia dalam perjalanan hidup.
Cobaan memang terkadang terasa
sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita
manakala mendapatkan cobaan dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat
mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah
dialaminya.
Umat muslim tidak pantas bersikap
demikian. Putus asa dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah
sifat seorang muslim. Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan
berpikiran positif. Berbaik sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu
Allah swt adalah jalan terbaik yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya
Allah swt akan menjawah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya
berprasangka buruk, maka keburukanlah yang akan diterimanya. Namun, jika
hambanya senantiasa berbaik sangka maka Allah swt pun akan memberikan kebaikan
kepadanya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt di dalam sebuah hadits qudsi
yang artinya:
“Aku (akan memperlakukan
hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HR. Bukhari no. 7066 dan
Muslim no. 2675, lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
Islam telah mengajarkan kepada
umatnya bahwa tidak ada sesuatu apapun yang telah diciptakan di dunia ini
melainkan pasti ada manfaatnya. Tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia, dan
tidak ada pula yang diciptakan tanpa tujuan. Allah swt telah memperhitungkannya
dengan sangat sempurna. Bahkan Islam mengajarkan bahwa setiap cobaan itu
merupakan salah satu bentuk pembersih dari dosa-dosa yang telah diperbuat,
cobaan merupakan tanda cinta dari Allah swt. Semakin Allah swt mencintai
seorang hamba maka semakin banyak cobaan yang akan diberikan-Nya. Hal itu tidak
lain hanyalah untuk semakin meningkatkan rasa cinta dan kedekatan umatnya
kepada-Nya.
Islam memandang cobaan sebagai suatu
pelajaran yang bernilai positif, bukan sebagai satu hal yang negatif. Begitulah
kacamata Islam, selalu mengajarkan untuk melihat dengan kacamata positif.
Cobaan merupakan gudang hikmah yang sangat berharga. Banyak hikmah yang dapat
dipetik melalui sebuah cobaan, di antaranya adalah:
· Cobaan
Sebagai Pembersih
Dalam kacamata Islam, cobaan yang
menimpa seorang muslim sebenarnya adalah bukti kasih sayang Allah swt kepada
umat-Nya. Karena, dengan cobaan itulah Allah swt akan membersihkan seseorang
dari dosa-dosanya yang telah overload. Kalau dosa-dosa tersebut tidak
dibersihkan, tentu saja akan mencelakakan manusia tersebut.
Pembersihan dilakukan oleh Allah swt
untuk mengurangi siksa Allah swt yang pedih di akhirat kelak. Allah swt pun
tidak menginginkan hamba-Nya menemui-Nya dalam keadaan penuh dengan dosa,
sehingga Allah swt membersihkan atau menghisapnya terlebih dahulu. Itulah salah
satu bentuk kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Dan itulah salah satu wujud
indahnya berada di dalam naungan Islam. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang paling banyak mendapatkan
ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang
yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang
(kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji
sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka
ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji
sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah
Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan
di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu
Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan
oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam
Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143).
·
Penyempurnaan Keimanan
Dalam ajaran Islam, cobaan merupakan
salah satu media yang dapat menyempurnakan keimanan seseorang. Karena,
kesempurnaan iman dapat dilihat dari keitiqomahannya untuk tetap taat kepada
Allah swt baik dalam keadaan senang maupun susah.
Rasulullah saw bersabda mengenai
bagaimanakah sifat seorang muslim yang sebenarnya, yang artinya:
“Alangkah mengagumkan keadaan
seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan
ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan
bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia
akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999).
·
Mengingatkan
Umatnya
Islam juga menganggap cobaan sebagai alarm pengingat pesan
bagi seluruh umatnya. Dengan cobaan itulah, Allah swt senantiasa mengingatkan
manusia bahwa mereka itu adalah makhluk yang lemah, tiada daya dan upaya
kecuali atas izin dan kehendak Allah swt. Tidak ada yang patut dibanggakan atau
disombongkan. Rasulullah saw telah berfirman yang artinya:
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang
sedang melakukan perjalanan.” (HR.
Bukhari no. 6053)
Hadits di atas jelas sekali mengingatkan umat Islam bahwa
hidup ini hanyalah ibarat sebuah perjalanan, yang suatu saat pasti akan
berakhir atau mencapai tempat tujuannya, yaitu kampung akhirat.
Dengan adanya cobaan, maka umat muslim akan senantiasa
diingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang kuat dan tidak ada pula yang
abadi. Semua akan kembali kepada Allah swt.
2.
Menghadapi Percobaan Hidup
Pada ayat-ayat yang di atas telah
dijanjikan Tuhan bahwa nikmat itu akan terus-menerus disempurnakan, Nikmat
pertama dan utama ialah diutusnya Rasulullah s.a w. menjadi Rasul Beliaulah
yang akan memimpin perjuangan selanjutnya. Sebab itu tetaplah mengingat Allah
supaya Allah ingat pula akan kamu dan syukurilah nikmatNya, jangan kembali
kepada kufur, yaitu melupakan jasa dan tidak mengingat budi
Dengan perubahan kiblat setelah
berasa di Madinah 16 atau 17 bulan kamu telah dibawa melangkah lebih maju
Akhirnya kelak kemenangan yang gilang-gemilang akan diberikan Tuhan kepada
kamu. Tetapi adalah satu syarat utama yang wajib kamu penuhi. Sebab
perobahan-perobahan besar dan kejadian yang akan diberikan Tuhan kelak kepadamu
itu bukanlah terletak di atas talam, perak, lalu dihidangkan saja kepadamu.
Melainkan amat bergantung kepada usaha dan semangat kegiatanmu sendiri. Maka peristiwa-peristiwa yang dahsyat akan bertemulah
oleh kamu dalam Shirathal Mustaqim yang kamu lalui itu. Syarat utama itu ialah
:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ
وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
"Wahai
orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (ayat 153).
Maksud ini adalah maksud yang besar.
Suatu cita-cita yang tinggi. Menegakkan kalimat Allah, memancarkan tonggak
Tauhid dalam alam. Membanteras perhambaan diri kepada yang selain Allah.
Apabila langkah ini telah dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya pasti
sukar. Bertambah mulia dan tinggi yang dituju, bertambah sukarlah dihadapi.
Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati yang teguh dan
pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun mulianya
cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah maksud akan
tercapai. Nabi-nabi yang dahulu daripada Muhammad s.a.w: semuanya telah
menempuh jalan itu dan semuanya menghadapi kesulitan.
Kemenangan mereka hanya pada
kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Muhammad wajiblah
sabar, sabar menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang dicita-citakan. Jangan
gelisah tetapi hendaklah tekap hati.
Sampai seratus satu kali kalimat
sabar tersebut dalam al-Quran. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa yang
dimaksud. Hanya dengan sabar orang bisa mencapai derajat Iman dalam perjuangan.
Hanya dengan sabar menyampaikan nasihat kepada orang yang lalai. Hanya dengan
sabar kebenaran dapat ditegakkan.
Lebih 25 tahun Ya'kub sabar menunggu
pulang anaknya yang hilang, sampai berputih mata; akhirnya anaknya Yusuf
kembali juga. Tujuh tahun Yusuf menderita penjara karena fitnah; dengan
sabarnya dia jalani nasibnya; akhirnya dia dipanggil buat menjadi Menteri
Besar.
Bertahun Ayub menderita penyakit ,
sehingga tersisih dari anak isteri; akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan dan
setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi20, karena semua
sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyempurnakan
kalimat-kalimat ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa dengan Bani-Israil.
Ismail membangun angkatan Arab yang baru. Isa Almasih dengan Hawariyin semuanya
dengan sabar.
Ada Nabi yang nyaris kena hukuman
karena tidak sabar; yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena seruannya
tidak diperdulikan. Maka buat melatih jiwa dia ditakdirkan masuk perut ikan
beberapa hari lamanya. Tetapi keluar dari sana dia membangun diri lagi dengan
kesabaran.
Sebab itu sabarlah perbentengan diri
yang amat teguh.
Sabar memang berat dan sabar
memanglah tidak terasa apa faedahnya jlka bahaya dan kesulitan belum datang.
Apabila datang suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan
tidak disangka-sangka, memang timbullah perjuangan dalam batin. Perjuangan
yang amat hebat. Tarik menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.
Kita gelisah, namun hati kecil kita
sendiri tidaklah senang akan kegelisahan itu. Suatu waktu orang yang belum juga
menang ketenangannya atas kegelisahannya bisa jadi memandang gelap hidup ini,
sehingga dari sangat gelapnya mau rasanya mati saja. Mungkin dengan mati
kesulitan itu akan habis, lalu dia membunuh diri.
Seseorang yang tengah diperiksa
polisi karena suatu tuduhan kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada
yang silap sehingga dia ingin hendak membunuh diri. Katanya setelah saya mati
nanti, mereka akan dapat membuktikan juga bahwa saya tidak salah dalam hal ini.
Lantaran itu dalam sangatnya pemeriksaan itu, polisi menjaga benar-benar supaya
barang-barang yang tajam, sampai pisau silet penculcur janggut, dijauhkan
daripadanya.
Sudah kita katakan, hati kecil yang
di dalam tidaklah suka akan kegelisahan itu. Maka hati kecil yang di dalam
itulah yang harus ditenangkan. Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi
tidak boleh dipisahkan dengan shalat! Ingat Tuhan! Hati kecil yang telah
dikepung oleh kegelisahan dan kekacauan itu harus dibebaskan dari kepungan itu.
Lepaskan dia menghadap Tuhan; Allahu Akbar! Allah Maha Besar !
Mengapa aku mesti gelisah? Padahal buruk
clan baik adalah giiiran masa yang pasti atas diriku, bukankah dahulu dari ini
aku disenangkanNya? mengapa aku demikian bodoh, sampai terangan-angan dalam
perasaan hendak mem bunuh diri? Bukankah dengan membunuh diri keadaanku di
akhirat, di seberang maut itu, akan lebih lagi menghadapi kemurkaan Tuhan?
Allahu Akbar! Allah Maha Besar!
Segala urusan dunia ini adalah kecil
belaka. Kesulitan yang aku hadapipun soal kecil saja bagi Tuhan, akupun akan
memandangnya kesulitan yang kecil saja. Aku memandangnya soal besar, sebab aku
tidak insaf bahwa jiwaku kecil. Aku gelisah lantaran kesulitan. Aku mesti
mencari di mana sebabnya, kemudian ketahuanlah sebabnya. Yaitu ada sesuatu
selain Allah yang mengikat hatiku. Mungkin hartabenda, mungkin kemegahan dunia,
mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga yang lain. Sehingga aku lupa
samasekali tujuan hidupku yang sebenarnya, yaitu Tuhan dengan keredhaanNya,
sebab itu aku mesti shalat.
Maka apabila ketenangan telah
diperteguh dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat;
keduanya mesti sejalan. Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan
yakin, kita akan merasa bahwa kian lama hijab dinding kian terbuka.
Berangsur-angsur jiwa kita terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan
telah berdaulat dalam hati kita.
Waktu itupun baru kita ketahui bahwa
kita terjatuh ke dalam kesulitan tadi, ialah karena pengaruh yang lain telah
masuk ke dalam jiwa; terutama syaitan, Yang ingin sekali kita hancur. Maka
berangsurlah naik sari cahaya iman kepada waja. Barulah berarti kembali segala
ayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya. Kita telah
kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu kekayaan, yang
langit dan bumipun tidak seimbang.
Buat menilai harganya. Di sinilah
terasa ujung ayat:
إِنَّ اللهَ مَعَ
الصَّابِرِيْن
"Sesungguhnya
Allah adalah beserta orang-orang yang sabar." (ujung ayat 153).
0 komentar:
Posting Komentar