DINASTI BANI UMAYYAH
A.
Kelahiran Dinasti Umayyah
Nama daulah Umayyah
berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang
dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah. Bani Umayyah baru
masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya,
yaitu ketika Nabi Muhammad bersama beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar
percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan beliau menyerbu masuk ke dalam kota
Makkah.
Memasuki tahun ke 40
H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam, puncaknya
adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam.
Pembunuh tersebut disinyalir dari golongan Khawarij yang merasa bahwa
perpecahan ummat Islam adalah disebabkan oleh tiga orang, yaitu: Ali bin Abi
Thalib, Mu’awiyah, dan ‘Amr bin al ‘Ash.
Setelah khalifah
terbunuh, kaum muslimin diwilayah Irak mengangkat al-Hasan putra tertua Ali
sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Muawiyah sebagi gubernur propinsi
Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai Khalifah.
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali membuat perjanjian damai yang berisi:
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali membuat perjanjian damai yang berisi:
1.
Agar Muawiyah
tidak menaruh dendam terhadap seorang pun dari penduduk Irak.
2.
Agar pajak tanah
negeri ahwaz diberikan kepada Hasan setiap tahun.
3.
Muawiyah
membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 2 juta dirham.
4.
Menjamin
keamanan dan memaafkan kesalahan penduduk Irak.
5.
Pemberian kepada
bani Hasyim haruslah lebih banyak daripada bani Abdu Syam.
6.
Jabatan sesudah
khalifah sesudah Muawiyah harus diputuskan berdasarkan musyawarah diantara kaum
Muslimin.
Perjanjian tersebut
dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik dibawah
pimpinan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pada tahun 41 H (661 M) merupakan tahun
persatuan, yang dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah).
Sepeninggal Rasulullah,
Bani Umayyah sesungguhnya telah menginginkan jabatan penggati Rasul (Khalifah),
tetapi mereka belum berani menampakkan cita-citanya itu pada masa Abu Bakar dan
Umar. Baru setelah Umar meninggal, yang penggantinya diserahkan kepada hasil
musyawarah enam orang sahabat, Bani Umayyah menyongkong pencalonan Utsman
secara terang-terangan, hingga akhirnya Utsman terpilih. Sejak saat itu
mulailah Bani Umayyah meletakan dasar-dasar untuk menegakan Khalifah Umayyah.
Pada masa pemerintahan Utsman inilah Mu’awiyyah mencurahkan segala tenaganya
untuk memperkuat dirinya, dan menyiapkan daerah Syam (Syiria) sebagi pusat
kekuasaanya di kemudian hari.
Oleh Muawiyah ibu kota
Negara dipindah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur
sebelumnya. Pemerintahan yang sebelumnya bersifat demokratis dirubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus
berlangsung selama 91 tahun (41 – 132 hijriah atau 661 – 750 M) dengan 14
khalifah yang dimulai dari Umayyah bin Abi Sufyan dan diakhiri Marwan ibn
Muhammad.
B.
Perkembangan Dinasti Umayyah
Meskipun ummat Islam
telah bersatu dalam satu kepemimpinan, kekhalifahan Muawiyah yang diperoleh
melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, dan tidak dengan pemilihan atau
suara terbanyak telah melahirkan golongan-golongan oposisi yang pada akhirnya
nanti akan menjadi sebab kehancuran Dinasti tersebut.
Adik laki-laki al-Hasan, Husein yang pada masa pemerintahan Muawiyah hidup tenang di Madinah tidak mau mengakui pengganti Muawiyah yaitu Yazid. Ia pergi ke Kuffah untuk memenuhi seruan penduduk Irak yang akan menobatkannya sebagai khalifah pada tahun 680 M. Namun pada 10 Muharram 61 H (10 oktober 680) seorang jenderal terkenal dengan nama Sa’d ibn Abi Waqqas membawa 4000 pasukan mengepung al-Husein yang hanya didampingi 200 orang. Al-Hasan pun tidak selamat dalam pembantaian tersebut.
Adik laki-laki al-Hasan, Husein yang pada masa pemerintahan Muawiyah hidup tenang di Madinah tidak mau mengakui pengganti Muawiyah yaitu Yazid. Ia pergi ke Kuffah untuk memenuhi seruan penduduk Irak yang akan menobatkannya sebagai khalifah pada tahun 680 M. Namun pada 10 Muharram 61 H (10 oktober 680) seorang jenderal terkenal dengan nama Sa’d ibn Abi Waqqas membawa 4000 pasukan mengepung al-Husein yang hanya didampingi 200 orang. Al-Hasan pun tidak selamat dalam pembantaian tersebut.
Diantara
khalifah-khalifah bani Umayyah di Damaskus adalah:
1.
Muawiyah I bin
Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
2.
Yazid I bin
Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
3.
Muawiyah II bin
Yazid, 64-65 H / 683-684 M
4.
Marwan I bin
al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
5.
Abdul-Malik bin
Marwan, 66-86 H / 685-705 M
6.
Al-Walid I bin
Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
7.
Sulaiman bin
Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
8.
Umar II bin
Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720
9.
Yazid II bin
Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
10.
Hisyam bin
Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
11.
Al-Walid II bin
Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
12.
Yazid III bin
al-Walid, 127 H / 744 M
13.
Ibrahim bin
al-Walid, 127 H / 744 M
14.
Marwan II bin
Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M
C.
Sistem Pemerintahan Dinasti Umayyah
Untuk mengamankan
tahtanya dan memperluas batas wilayah Islam, Muawiyah sangat mengandalkan
orang-orang Suriah yang kebanyakan terisi dari bangsa Yaman dan
mengenyampingkan umat Islam pendatang dari Hijaz. Para sejarawan mengatakan
bahwa orang-orang Suriah itu sangat menjunjung tinggi kesetian terhadap khalifah
Bani ini.
Sebagai organisator
militer, Muawiyah adalah yang paling unggul diantara rekan-rekan se-zamannya.
Ia mencetak bahan mentah yang berupa pasukan Suriah menjadi satu kekuatan
militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Ia menghapus sistem
pemerintahan yang tradisional, pemerintahan yang berdasarkan kesukuan dan
mengadopsi kerangka pemerintahan Bizantium, ia membangun sebuah Negara yang
stabil dan terorganisir.
Ketika berkuasa,
Muawiyah telah banyak melakukan perubahan besar dan menonjol di dalam
pemerintahan negeri waktu itu. Mulai dari pembentukan angkatan darat yang kuat
dan efisien, dia juga merupakan khalifah pertama yang yang mendirikan suatu
departemen pencatatan (diwanulkhatam) yang fungsinya adalah sebagai
pencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah, kemudian disalin dalam
sebuah daftar yang kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang
di tuju. Dia juga telah mendirikan diwanulbarid yang memberi tahu pemerintah
pusat tentang apa yang sedang terjadi di dalam pemerintahan provinsi. Dengan
cara ini, Muawiyah melaksanakan kekuasaan pemerintahan pusat.
Pada 679 M, Muawiyah
menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya, serta memerintahkan berbagai
utusan provinsi untuk datang dan mengucapkan baiat. Ketika itulah ia
memperkenalkan sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti oleh
oleh dinasti-dinasti besar Islam, termasuk dinasti Abbasiyah.
Pada perkembangan
berikutnya, setiap khalifah mengikuti contoh itu, yaitu menobatkan salah
seorang anak atau kerabat sukunya yang dipandang cakap untuk menjadi
penerusnya, dan memastikan setiap orang menyatakan sumpah setia kepadanya,
diawali dari ibu kota, kemudian diikuti oleh berbagai penjuru kota besar
kerajaan.
D.
Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Umayyah
Kebesaran yang dibangun
oleh daulah bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan kemunduran dinasti yang
berkuasa hampir satu abad ini, hal tersebut diakibatkan oleh faktor-faktor
internal dan eksternal yang kemudian mengantarkan pada titik kehancuran.
Diantara fakto-faktor tersebut adalah:
1.
Terjadinya
pertentangan keras antara kelompok suku arab Utara (Irak) yang disebut
Mudariyah dan suku arab Selatan (Suriah) Himyariyah, pertentangan antara
kedua kelompok tersebut mencapai puncaknya pada masa Dinasti Umayyah karena
para khalifah cenderung berpihak pada satu etnis kelompok.
2.
Ketidak puasan
sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari
kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu stastus
yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab
yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama Arab
mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata-rata orang Arab, tetapi
harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak
dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini
jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
3.
Konfllik-konflik
politik yang melatar belakangi terbentuknya daulah Umayyah. Kaum syi`ah dan
khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu
dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum
Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak
berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani
Umayyah dalam memimpin umat.
Menurut Yatim Badri,
secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang berujung pada
kehancuran Dinasti Bani Umayyah adalah:
a)
Perebutan
kekuasaan antara anggota keluarga istana, pengaturan yang tidak jelas mengenai
pergantian khalifah. Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah
merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek
senioritas.
b)
Latar belakang
terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik
politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa
awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan
Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
c)
Pada masa
kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays)
dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian
besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur
lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada
masa Bani Umayyah
d)
Lemahnya
pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah
dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan
agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang
e)
Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan
ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum
Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
0 komentar:
Posting Komentar