Selasa, 24 Juni 2014

Dinasti Bani Umayyah



DINASTI BANI UMAYYAH

A.      Kelahiran Dinasti Umayyah
Nama daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah.  Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad bersama beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan beliau menyerbu masuk ke dalam kota Makkah.
Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam, puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Pembunuh tersebut disinyalir dari golongan Khawarij yang merasa bahwa perpecahan ummat Islam adalah disebabkan oleh tiga orang, yaitu: Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, dan ‘Amr bin al ‘Ash.
Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Irak mengangkat al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Muawiyah sebagi gubernur propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai Khalifah. 
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali membuat perjanjian damai yang berisi:
1.         Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun dari penduduk Irak.
2.         Agar pajak tanah negeri ahwaz diberikan kepada Hasan setiap tahun.
3.         Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 2 juta dirham.
4.         Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan penduduk Irak.
5.         Pemberian kepada bani Hasyim haruslah lebih banyak daripada  bani Abdu Syam.
6.         Jabatan sesudah khalifah sesudah Muawiyah harus diputuskan berdasarkan musyawarah diantara kaum Muslimin.
Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik dibawah pimpinan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pada tahun 41 H (661 M) merupakan tahun persatuan, yang dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah).
Sepeninggal Rasulullah, Bani Umayyah sesungguhnya telah menginginkan jabatan penggati Rasul (Khalifah), tetapi mereka belum berani menampakkan cita-citanya itu pada masa Abu Bakar dan Umar. Baru setelah Umar meninggal, yang penggantinya diserahkan kepada hasil musyawarah enam orang sahabat, Bani Umayyah menyongkong pencalonan Utsman secara terang-terangan, hingga akhirnya Utsman terpilih. Sejak saat itu mulailah Bani Umayyah meletakan dasar-dasar untuk menegakan Khalifah Umayyah. Pada masa pemerintahan Utsman inilah Mu’awiyyah mencurahkan segala tenaganya untuk memperkuat dirinya, dan menyiapkan daerah Syam (Syiria) sebagi pusat kekuasaanya di kemudian hari.
Oleh Muawiyah ibu kota Negara dipindah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Pemerintahan yang sebelumnya bersifat demokratis dirubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berlangsung selama 91 tahun (41 – 132 hijriah atau 661 – 750 M) dengan 14 khalifah yang dimulai dari Umayyah bin Abi Sufyan dan diakhiri Marwan ibn Muhammad. 

B.       Perkembangan Dinasti Umayyah
Meskipun ummat Islam telah bersatu dalam satu kepemimpinan, kekhalifahan Muawiyah yang diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, dan tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak telah melahirkan golongan-golongan oposisi yang pada akhirnya nanti akan menjadi sebab kehancuran Dinasti tersebut.
Adik laki-laki al-Hasan, Husein yang pada masa pemerintahan Muawiyah hidup tenang di Madinah tidak mau mengakui pengganti Muawiyah yaitu Yazid. Ia pergi ke Kuffah untuk memenuhi seruan penduduk Irak yang akan menobatkannya sebagai khalifah pada tahun 680 M. Namun pada 10 Muharram 61 H (10 oktober 680) seorang jenderal terkenal dengan nama Sa’d ibn Abi Waqqas membawa 4000 pasukan mengepung al-Husein yang hanya didampingi 200 orang. Al-Hasan pun tidak selamat dalam pembantaian tersebut.
Diantara khalifah-khalifah bani Umayyah di Damaskus adalah:
1.         Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
2.         Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
3.         Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
4.         Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
5.         Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
6.         Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
7.         Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
8.         Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720
9.         Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
10.     Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
11.     Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
12.     Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
13.     Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
14.     Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

C.      Sistem Pemerintahan Dinasti Umayyah
Untuk mengamankan tahtanya dan memperluas batas wilayah Islam, Muawiyah sangat mengandalkan orang-orang Suriah yang kebanyakan terisi dari bangsa Yaman dan mengenyampingkan umat Islam pendatang dari Hijaz. Para sejarawan mengatakan bahwa orang-orang Suriah itu sangat menjunjung tinggi kesetian terhadap khalifah Bani ini.
Sebagai organisator militer, Muawiyah adalah yang paling unggul diantara rekan-rekan se-zamannya. Ia mencetak bahan mentah yang berupa pasukan Suriah menjadi satu kekuatan  militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Ia menghapus sistem pemerintahan yang tradisional, pemerintahan yang berdasarkan kesukuan dan mengadopsi kerangka pemerintahan Bizantium, ia membangun sebuah Negara yang stabil dan terorganisir.
Ketika berkuasa, Muawiyah telah banyak melakukan perubahan besar dan menonjol di dalam pemerintahan negeri waktu itu. Mulai dari pembentukan angkatan darat yang kuat dan efisien, dia juga merupakan khalifah pertama yang yang mendirikan suatu departemen pencatatan (diwanulkhatam)  yang fungsinya adalah sebagai pencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah, kemudian disalin dalam sebuah daftar yang kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang di tuju. Dia juga telah mendirikan diwanulbarid yang memberi tahu pemerintah pusat tentang apa yang sedang terjadi di dalam pemerintahan provinsi. Dengan cara ini, Muawiyah melaksanakan kekuasaan pemerintahan pusat.
Pada 679 M, Muawiyah menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya, serta memerintahkan berbagai utusan provinsi untuk datang dan mengucapkan baiat. Ketika itulah ia memperkenalkan sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti oleh oleh dinasti-dinasti besar Islam, termasuk dinasti Abbasiyah. 
Pada perkembangan berikutnya, setiap khalifah mengikuti contoh itu, yaitu menobatkan salah seorang anak atau kerabat sukunya yang dipandang cakap untuk menjadi penerusnya, dan memastikan setiap orang menyatakan sumpah setia kepadanya, diawali dari ibu kota, kemudian diikuti oleh berbagai penjuru kota besar kerajaan.

D.      Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Umayyah
Kebesaran yang dibangun oleh daulah bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan kemunduran dinasti yang berkuasa hampir satu abad ini, hal tersebut diakibatkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang kemudian mengantarkan pada titik kehancuran. Diantara fakto-faktor tersebut adalah:
1.           Terjadinya pertentangan keras antara kelompok suku arab Utara (Irak) yang disebut Mudariyah dan suku arab Selatan (Suriah) Himyariyah,  pertentangan antara kedua kelompok tersebut mencapai puncaknya pada masa Dinasti Umayyah karena para khalifah cenderung berpihak pada satu etnis kelompok.
2.           Ketidak puasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu stastus yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa  Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
3.           Konfllik-konflik politik yang melatar belakangi terbentuknya daulah Umayyah. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan  Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani  Umayyah dalam memimpin umat.

Menurut Yatim Badri, secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang berujung pada kehancuran Dinasti Bani Umayyah adalah:
a)             Perebutan kekuasaan antara anggota keluarga istana, pengaturan yang tidak jelas mengenai pergantian khalifah. Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
b)             Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c)             Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah
d)            Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang
e)             Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori  oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

0 komentar:

Posting Komentar