Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
tentang ayat An-Nahl : 97.
Makalah ini berisi tentang tafsir dari salah satu ayat Al-Quran, yaitu
Surat AN-NAHL ayat 97.Surat ini berisikan tentang peranan wanita di dalam
Islam.
Dalam pembuatan makalah ini saya sadar masih banyak terdapat kekurangan
baik itu dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka dari itu kritikan
dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan untuk pembuatan makalah
yang lain untuk hari yang akan datang.
Meulaboh, Februari 2014
Penulis
Fadhil Darmawi
|
5
I.
PENDAHULUAN
Kebahagiaan
hidup adalah cita-cita setiap manusia. Seringkali kita melihat seluruh manusia
setiap hari berusaha untuk menggapai kebahagiaan. Setiap hari kita berjibaku
dan berpeluh keringat untuk mendapatkan kebahagiaan.
Manusia
memiliki pandangan beragam tentang sesuatu yang dapat membuatnya bahagia.
Sebagian orang ada yang hanya berusaha mengumpulkan uang, baik dengan cara
halal atau haram, karena ia menganggap kebahagiaan ada pada uang yang mencukupi
dan melimpah. Sehingga seluruh tenaga, dan pikirannya terpusat kepada bagaimana
mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa
kebahagiaan terletak pada kedudukan yang tinggi dimasyarakat. Orang semacam ini
setiap hari berusaha untuk mencari kedudukan terpandang dengan cara halal atau
haram. Ia tidak memiliki pikiran selain hanya bagaimana caranya ia naik pangkat
atau menjadi pejabat.
Seluruh
pikiran dan tenaga orang semacam ini akan dikerahkan untuk menggapai kedudukan,
dan jabatan yang tinggi Baik laki-laki dan perempuan, diberi kesempatan oleh
Allah untuk mendapatkan kebahagiaan jika mereka mau beramal sholeh dengan
disertai iman. Allah tidak membedakan antara mereka, kebahagiaan yang
dijanjikan-Nya adalah sama, tidak ada pembedaan pembagian pahala kepada
hamba-Nya yang mau beramal sholeh dengan disertai iman.
II.
AYAT
dan ARTINYA
Ayat
berikut ini, jelas menjadi pendukung tentang kesetaraan bagi laki-laki maupun
perempuan untuk berkarir dan berprestasi, baik dibidang spiritual maupun karier
secara profesional. Dalam surat An Nahl ayat 97, Allah SWT berfirman :
Artinya :
“Barang siapa mengerjakan kebajian, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih dari
apa yang telah mereka kerjakan.”
III.
PENGERTIAN
SECARA GLOBAL
Dalam
surat An Nahl ayat 97 ini, Allah berfirman memberi janji kepada orang yang
beramal soleh, amal yang bermanfaat dan sejalan dengan kitab Allah dan sunnah
Nabi-Nya, orang lakikah ia atau perempuan, asalkan ia dalam keadaan beriman,
akan diberinya kehidupan yang baik didunia dan di akhirat akan diberinya pahala
yang jauh lebih baik dari apa yang diamalkan itu.
Kehidupan
yang baik ialah kehidupan yang berbahagia, santai dan puas dengan tunjangan
rezek yang halal. Kata “حيوة طيبة “ dalam ayat ini diartikan sebagai kepuasan dan
tidak tamak terhadap kelezatan dunia, karena dalam ketamakan itu terdapat
kepayahan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar,
bahwa Rasullah SAW bersabda :
قد افلح من
أسلم ورزق كفاف وقنعه الله بما اتاه
.
“Berbahagialah
orang yang memeluk Islam dan diberi rezeki yang cukup serta Allah memuaskannya
dengan apa yang telah diberikan kepadanya.”
IV.
PENJELASAN
A.
Utamanya
Orang
mu’min memperoleh kehidupan yang baik yang disertai dengan rasa puas. Selanjutnya
Allah mendorong mereka untuk tabah dalam melaksanakan segala ketaatan dan
kewajiban agama.
Kehidupan
yang baik itu disertai dengan rasa puas dengan apa yang telah dibagikan Allah
kepadanya, dan ridho dengan apa yang telah ditetapkan baginya. Sebab dia
mengetahui, bahwa rizkinya diperoleh karena Allah telah mengaturnya. Allah
adalah pemberi karunia Yang Maha Pemurah ; tidak melakukan, kecuali apa yang
mengandung kemaslahatan. Dia juga mengetahui segala kesenangan dunia itu cepat
hilang. Karena itu, dia tidak memberikan tempat di dalam hatinya; dia tidak
terlalu bergembira dengan memperolehnya, tidak pula bersedih hati dengan
hilangnya.
Kemudian
diakhirat kelak dia akan diberi balasan dengan pahala yang terbaik, sebagai
balasan atas amal saleh yang telah dikerjakannya dan atas keimanan yang benar
yang dipegangnya secara teguh.
Adapun
orang yang berpaling dari mengingat Allah, sehingga dia tidak beriman dan tidak
mengerjakan amal saleh, maka dia senantiasa berada dalam kesusahabn dan
kepayahan, karena sangat tamak untuk memperoleh berbagai kesenangan dunia.
Apabila ditimpa suatu bencana atau cobaan, maka dia akan sangat bersedih hati,
gundah, dan gelisah. Kemudian apabila suatu kesenangan dunia terlewat olehnya,
maka dia akan bermuka masam dan hatinya diliputi oleh perasaan sedih, karena
dia mengira bahwa puncak kebahagiaan adalah tercapainya kesenangan hidup ini
dan menikmati kelezatannya. Apabila tidak memperoleh apa yang dia kehendaki,
maka dia akan mengharamkan segala apa yang dia impikan. Dia memandang apa yang
dikehendakinya iu sebagai puncak kebahagiaan dan kebaikan.
B.
Tafsir
yang lain
Firman
Allah dalam surat An Nahl ayat 97, diartikan bahwa kehidupan yang baik di dunia
dan akhirat adalah karunia yang disediakan Tuhan untuk orang-orang yang dapat
memenuhi dua syarat :
1.
Beriman
2.
Beramal
sholeh
Jadi
seorang mu’min hendaknya mengerjakan perbuatan/ amal yang sholeh dengan
disertai iman. Adapun laki-laki dan perempuan mereka mempunyai hak yang
sama untuk mendapatkan karunia itu.
Tidak ada pembedaan antara keduanya pahala siapa yang lebih banyak atau
berlimpah. Disini menunjukkan bahwa wanita memiliki peranan dan tanggung jawab
yang sama pentingnya dengan laki-laki.
Dari
penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada teks ayat maupun
hadits Nabi yang secara bebas melarang perempuan untuk bekerja diluar rumah
sekalipun. Oleh karena itu, pelarangan terhadap perempuan untuk bekerja adalah
kurang tepat , kaidah agama mengajarkan “Dalam hal kemasyarakatan pada dasarnya
semua boleh selama tidak ada larangan, sebaliknya dalam hal ibadah “mahdah”
semuanya terlarang selama tidak ada tuntutannya.
C.
Hadits-hadits
Ada
beberapa hadits yang menerangkan tentang peranan wanita, diantaranya adalah :
1.
Menjadi
pasangan suaminya
الا أخبرك بخير ما يكنز المرأة الصا
لحة إذانظر اليها سرته وإذا أمرها أطاعته وإذا غاب عنها حفظته
(رواه ابو داود عن ابي عباس)
Ingatkah
kamu aku beritahu suatu kebaikan yang di dambakan untuk di miliki oleh manusia
(suami)? Jawabnya adalah perempuan yang solehah, yaitu apabila suaminya
memandangnya ia menggairahkan, jika suami menyuruhnya ia mentaatinya, dan jika
suaminya tidak disampingnya ia memelihara dirinya.
(HR.
Abu Dawud dari Ibnu Abbas)
2.
Menjadi
manajer dalam rumah tangga
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته الإمام راع ومسئول عن رعيته
والرجل راع في اهله وهو مسئول عن رعيته والمرأة راععية في بيت زوجها ومسعولة عن
رعيتها والخادم راع في مال سيده ومسئول عن رعيته قالوحسيت أن قد قال والرجل راع في
مال ابيه ومسئول عن رعيته كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته
( رواه البخري
ابن عمر)
“Kalian
semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang bawahannya. Imam (Kepala
Negara) adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang rakyatnya. Suami menjadi
pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab tentang mereka, istri juga
pemimpin dan bertanggung jawab dalam pengaturan rumah tangganya, bahkan
pembantu pun menjadi pemimpin dan bertanggung jawab tentang harta majikannya.
Dan aku mengira Nabi akan melanjutkan bahwa laki-laki menjadi pemimpin dan
bertanggung jawab tentang harta ayahnya. Jadi, setiap kalian adalah pemimpin
dan bertanggung jawab tentang yang dipimpinnya. (HR. Al Bukhori dari Ibnu Umar)
3.
Menjadi
seorang ibu
حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرماية وان
لا يرزق إلا طيباز ( رواه الحاكم والبيهقي عن ابو رافع)
“Kewajiban
orang tua terhadap anaknya antara lain mengajarinya tulis-baca, berenang,
memanah, dan tidak memberinya rezeki kecuali yang baik (halal).” (HR.
Al-Hakim dan Al Baihaqi dari Abu Rofi’).
Hal
yang sangat utama dalam merawat dan membesarkan anak adalah bagaimana ibu, dan
tentu juga bapak, mengupayakan segala cara yang memungkinkan agar anak-anak
mereka menjadi generasi yang unggul dalam berbagai aspek kehidupan.
D.
Pendapat
Ulama’
Dengan
kalimat yang singkat namun padat Ibnu ‘Asyur menyatakan bahwa setiap manusia
baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan bagiannya dalam menikmati
fasilitas duniawi yang diperuntukkan baginya sebagai balasan atas kerja
kerasnya atau sebagian usaha yang telah dia lakukan.
Catatan
yang diberikan oleh Muhammad Al Gazali, seperti yang dikutip oleh Quraish
Shihab sehubungan dengan tiadanya larangan bagi perempuan dalam hal
kemasyarakatan layak untuk di renungkan:
1.
Perempuan
tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang jarang dimiliki oleh laki-laki,
memperkenankannya bekerja akan membuahkan kemaslahatan untuk masyarakat,
sedangkan menghalanginya dapat merugikan masyarakat karena tidak dapat
memanfaatkan kelebihannya.
2.
Pekerjaan
yang dilakukannya hendaklah yang layak bagi perempuan, apalagi kalau itu memang
spesialisasinya perempuan, seperti menjadi bidan,dll.
3.
Perempuan
bekerja untuk membantu tugas pokok suaminya.
4.
Bahwa
perempuan perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup
keluarganya jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya atau kalaupun ada itu
tidak mencukupi.
V.
KESIMPULAN
Akhirnya
dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Al qur’an / Islam menyebutkan bahwa
kedudukan dan peran wanita adalah setara. Tidak
ada larangan bagi perempuan untuk bekerja baik di dalam atau di luar rumah,
dengan catatan pekerjaan itu dilakukan dalam suasana yang tetap menjaga
kehormatannya dan memelihara tuntutan agama, serta menghindarkan dari hal-hal yang
dapat mengundang efek negatif bagu dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya.
Di samping itu, seorang wanita juga mempunyai peran yang sangat penting
dan banyak, seperti menjadi pasangan suaminya, menjadi manajer dalam
rumah tangga, dan juga sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa spirit Al qur’an bukan untuk
memberikan pembatasan aktivitas terhadap kaum perempuan, melainkan memberikan
petunjuk bagaimana sewajarnya seorang perempuan muslimah menjalani hidupnya sebagai
bentuk pengabdian terhadap Allah SWT. Sekiranya ada ayat Al qur’an atau hadits
Nabi SAW yang terkesan membatasi, sekali lagi harus diletakkan dalam konteks
memberikan petunjuk untuk menyempurnakan peran yang disandangnya.
VI.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca yang
budiman. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini.
0 komentar:
Posting Komentar