Kerajaan Aceh termasuk salah satu
dari kerajaan di Nusantara yang tergolong sebagai kerajaan Islam. Kerajaan ini
berdiri pasca keruntuhan kerajaan Samudera Pasai karena ditundukkan oleh
Majapahit pada tahun 1360.
Kerajaan Aceh sendiri didirikan pada tahun 1496 oleh Sultan
Ali Mughayat Syah. Pada awal berdirinya, wilayah kerajaan Aceh sangatlah luas
karena mencakup wilayah hingga Daya, Pedir, Pasai, Deli dan juga Aru. Setelah
meninggal pada tahun 1528, putera sulung Ali Mughayat yaitu Salahudin
menggantikannya menjadi raja.
A. Kejayaan Kesultanan Aceh
Puncak keemasan Kerajaan Aceh terjadi pada masa
kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pada saat inilah, Kerajaan Aceh
mampu memukul mundur pasukan Portugis yang datang dari selat Malaka. Pada waktu
itu pula wilayah kekuasaan Aceh sudah meluas hingga wilayah Sumatera, Jawa dan
Kalimantan serta sebagian wilayah Melayu.
Pada tahun 1586, pasukan Kerajaan Aceh berusaha memukul
pasukan Portugis yang berada di kawasan Malaka. Dengan kekuatan 500 kapal
perang serta 60.000 pasukan, mereka berusaha mengepung tentara Portugis. Namun,
upaya ini gagal karena Portugis mendapatkan bantuan dari kasultanan Pahang.
Gagal pula ambisi kerajaan Aceh untuk menguasi Selat Malaka dan semenanjung
Melayu.
B. Kemunduran Kerajaan Aceh
Kejayaan Kerajaan Aceh mulai memudar sejak meninggalnya
Sultan Iskandar Tsani tahu 1641. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab
kemunduran Kerajaan Aceh tersebut. Salah satunya adanya perebutan kekuasaan di
antara pewaris kesultanan Aceh. Hal ini berdampak pada melemahnya rasa
persatuan yang terjadi di dalam tubuh kerajaan Aceh.
Selain masalah perebutan kekuasaan, makin besarnya kekuatan
Belanda di tanah Sumatera turut berperan mengurangi kekuasaan Kerajaan Aceh.
Hal ini kemudian dipertegas dengan adanya Perang Aceh yang terjadi pada tahun
1873. Perang tersebut sendiri berlangsung dalam beberapa tahap.
Setelah
perang pada tahun 1873 dianggap gagal menangklukan Kerajaan Aceh, Belanda
kembali mengobarkan perang pada tahun 1883. Namun usaha ini pun kembali buntu.
Dan kemenangan Belanda baru dicapai ketika politik adu domba yang dikemukakan
Dr. Christian Souck Hurgronje dijalankan di kawasan Aceh.
Pelan namun pasti Belanda mampu menguasai beberapa wilayah
kekuasaan kerajaan Aceh. Puncaknya, ketika pada tahun 1903, sultan Aceh saat
itu yakni Sultan Muhammad Daud menyerahkan diri pada Belanda. Hal ini
dilakukannya setelah kedua istri, anak dan ibunya ditawan oleh Belanda. Dan
pada tahun 1904, kerajaan Aceh pun sudah dinyatakan runtuh dengan ditandai
pendudukan Belanda atas Aceh sepenuhnya.
C. Masa Sultan Iskandar Muda
Masa kerajaan aceh atau yang biasa lebih dikenal dengan
Kesultanan Aceh mengalami kemajuan dan kemunduran. Kesultanan Aceh mengalami
masa keemasan atau kejayaan pada masa Iskandar Muda. Wilayah Aceh sangat luas
hingga penjajah portugis saja berhasil diusir dan tidak bisa masuk ke dalam
wilayah Aceh.
Masa Sultan Iskandar Muda adalah masa kejayaan kerajaan
atau Kesultanan Aceh. Negeri Acehini amat kaya dan makmur pada waktu Sultan
Iskandar Muda memimpin Kesultanan Aceh. Wilayah yang dikuasaianya pun sangat
luas. Wilayah tersebut meliputi pesisir barat Minangkabau, Sumatera Timur,
hingga Perak di Semenanjung Malaysia.
Tradisi yang dipegang oleh Sultan Iskandar Muda adalah
tradisi militer sehingga Aceh menjadi Kesultanan terkuat pada waktu itu. Tidak
dapat dipungkiri bahwa Kerajaan atau Kesultanan Aceh adalah negara yang mampu
menguasai selat Malaka.
Selat Malaka merupakan wilayah penting perdagangan dunia.
Tidak hanya perdagangan nusantara tetapi sudah mencapai tingkat internasional.
Dengan menguasainya berarti kedudukan Kesultanan Aceh menjadi sangat
menguntungkan.
Pada
saat kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, beliau menikah dengan seorang putri
yang berasal dari Kesultanan Pahang. Saat ini, Kesultanan Pahang merupakan
negara bagian yang masuk ke dalam wilayah negara Malaysia.
Putri yang berasal dari Kesultanan Pahang tersebut bernama
Putroe Phang. Dikabarkan bahwa Sultan Iskandar Muda sangat mencintai istrinya
tersebut. Cinta yang terlalu dalam tersebut mampu membuat seorang lelaki
berbuat apa saja untuk menyenangkan wanita yang dicintainya tersebut.
Sultan
Iskandar Muda membangunkan sebuah taman yang menyerupai kampung halaman sang
putri. Semua itu dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda agar sang Putri tidak
terlalu rindu akan kampung halamannya. Hingga sekarang taman itu masih bisa
dikunjungi yang merupakan saksi sejarah percintaan dua insan manusia.
D. Hubungan Diplomatis Kesultanan Aceh
Melihat diplomasi yang dilakukan oleh Kesultanan Aceh maka
bisa dilihat bahwa Kesultanan Aceh bukanlah kerajaan yang kecil. Kesultanan
aceh telah banyak melakukan diplomasi ke beberapa negara besar waktu itu.
Berikut adalah diplomasi yang dibangun oleh Kesultanan Aceh pada waktu itu.
E. Diplomasi dengan Inggris
Pada abad ke-16 Kesultanan Aceh telah melakukan hubungan
diplomatis dengan Kerajaan Inggris. Pada waktu itu, Ratu Elizabeth I selaku
Ratu Inggris mengirimkan seseorang yang bernama Sir Jame Lancester ke
Kesultanan Aceh sebagai utusan dari Kerajaan Inggris.
Sir Jame Lancester membawa seperangkat perhiasan yang
tinggi nilainya untuk diberikan kepada Raja Aceh Darussalam. Sebagai
balasannya, Sultan Aceh memberikan izin bagi kapal Inggris untuk berlabuh dan
berdagang di wilayah Aceh.
Selain itu, Sultan Aceh juga memberikan beberapa hadiah
berupa gelang emas dari batu rubi dan surat yang ditulis dengan tinta emas.
Sultan Aceh menganugerahi Sir James dengan gelar Orang Kaya Putih.
Hubungan
diplomasi antara Kesultanan Aceh dengan Kerajaan Inggris berjalan dan berlanjut
hingga masa pemerintahan Raja James I. Sebagai hadiah kepada Sultan Aceh, Raja
James mengirimkan sebuah meriam. Sekarang meriam itu dikenal dengan nama meriam
Raja James.
F. Diplomasi dengan Belanda
Selain hubungan diplomasi yang sudah terjalin erat dengan
Inggris, Kesultanan Aceh juga menjalin hubungan dengan Belanda. Waktu itu
Pangeran Maurit mengirimkan surat untuk meminta bantuan dari kesultanan Aceh.
Permintaan tolong tersebut disambut dengan baik oleh Sultan.
Kemudian
sultan mengirimkan utusannya untuk pergi ke Belanda. Pemimpin rombongan dari
sultan tersebut bernama Tuanku Abdul Hamid. Rombongan ini adalah rombongan
pertama dari Indonesia yang pernah menjejakan kaki pertama di Belanda.
Kunjungan ini adalah kunjungan pertama dan terakhir bagi
Tuanku Abdul Hamid. Beliau meninggal setibanya di Negeri Belanda karena sakit
yang dideritanya. Prosesi pemakamannya dilakukan secara besar-besaran oleh
kerajaan Belanda.
Tidak
hanya besar, namun juga dihadiri oleh para petinggi dari Kerajaan Belanda.
Pemakaman beliau dilaksanakan secara nasrani. Hal tersebut dilakukan oleh
pemerintah Belanda karena Kerajaan Belanda belum pernah melakukan pemakaman
secara Islam.
Tidak hanya prosesi pemakaman yang dilakukan secara agama
kristen, makamnya pun diletakkan di pekarangan yang ada di gereja. Jika kita bersinggah
ke belanda di makam tersebut ada sebuah prasasti yang diresmikan oleh Pangeran
Bernhard. Itu merupakan bukti bahwa Tuanku Abdul Hamid pernah singgah dan
dimakamkan di Belanda.
G. Diplomasi dengan Utsmaniyah
Pengiriman utusan dari Kesultanan Aceh ke Sultan Utsmaniyah
memiliki cerita yang tidak biasa. Sesampainya utusan Sultan Aceh ke di Istambul
Turki mengalami nasib yang kurang baik. Kedatangan mereka tidak langsung
mendapatkan sambutan dari Sultan Utsmaniyah. Waktu itu kondisi Sultan
ustmaniyah sedang dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa langsung menyambut
tamu yang sudah datang jauh dari Aceh.
Karena tidak langsung disambut oleh tuan rumah, maka
kehidupan utusan dari Aceh tersebut jadi terombang-ambing. Mereka tidak
memiliki tempat untuk bernaung dan menikmati makan untuk mengenyangkan perut.
Karena
kondisi yang seperti itulah, perbekalan yang sebenarnya digunakan untuk hadiah
bagi Sultan Utsmaniyah dijual demi mengganjal perut yang lapar. Ketika waktu
tiba menghadap ke Sultan, hadiah yang ada tinggal lada sicupak atau lada
sekarung.
Melihat
hadiah yang Cuma segitu, tuan rumah tidak marah dan masih menerimanya dengan
baik. Sebagai hadiah untuk utusan dari Aceh, tuan rumah menghadiahi sebuah
meriam. Meriam itu dinamakan dengan nama meriam lada sicupak karena didapatkan
dari lada sicupak. Sampai sekarang meriam tersebut masih ada di Kecamatan
Peureulak.
H. Diplomasi dengan Perancis
Kesultanan Aceh memang memiliki kharisma yang luar biasa.
Kharisma tersebut sampai mampu membuat Raja Perancis mengirimkan utusan untuk
menghadiahi Sultan Aceh. Hadiah yang diberikan tersebut berupa sebuah cermin
yang sangat berharga.
Hadiah
cermin diberikan sebagai hadiah dari utusan Perancis karena Sultan Aceh dikenal
suka dengan barang-barang yang berharga. Namun sayang sebelum sampai di Aceh,
cermin tersebut pecah. Sesampainya di Aceh, para utusan dari Perancis tersebut
hanya mampu mempersembahkan serpihan kaca sebagai hadiahnya.
0 komentar:
Posting Komentar