Artikel
Ekologi Tumbuhan
KUMPULAN INTISARI LIMA
MAKALAH DARI LIMA PEMAKALAH SEMINAR NASIONAL BIOTIK 2014
Disusun oleh:
Fadhil
Darmawi
AKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA
ACEH
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ekologi
adalah salah satu cabang ilmu yang membahas tentang interaksi atau tanggapan
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Ekologi tumbuhan adalah ilmu yang
mempelajari interaksi tumbuhan dengan lingkungannya. Artikel ini dibuat dalam
hal untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Ekologi Tumbuhan. Artikel ini berisi
tentang intisari atau pokok bahasan penting dari lima makalah yang disampaikan
pemakalah pada SEMNAS BIOTIK 2014.
Lima
judul makalah yang akan dibahas di sini di antaranya yaitu Pengaruh Tingkat
Kematangan Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Cabai (Capsicum annuum L.), Pengaruh
Jarak Tanam Dan Jumlah Benih Per Lubang Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.),
Struktur
Stratifikasi Vegetasi dan Dinamika Tumbuhan Manggrove Pantai Teupin Layen
Kecamatan Sukakarya Kota Sabang, Analisis Vegetasi
Tumbuhan Berkayu Di Hutan
Lindung Lueng Angen Kecamatan Sukakarya Kota Sabang dan Cadangan Karbon Hutan Lindung Lueng
Angen Di Kecamatan Suka Karya Kota Sabang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh
Tingkat Kematangan Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Cabai (Capsicum annuum L.), Oleh Rita Hayati, Ainun Marliah, Kasmiadi
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak
digemari masyarakat Indonesia,
dimanaciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan memiliki aroma yang
khas, sehingga dapat membangkitkan selera makan.
Permintaan cabai terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan stabilitas ekonomi nasional yang stabil. Seiring dengan
berkembangnya industri pangan nasional, cabai merupakan salah satu bahan baku
yang dibutuhkan secara berkesinambungan karena merupakan bahan pangan yang
dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin
meningkat. Pola permintaan cabai semakin meningkat sepanjang waktu,
sedangkan produksinya berkaitan dengan musim tanam sehingga pasar akan
mengalami kekurangan pasokan kalau masa panen raya belum tiba.
Buah cabai setelah dipanen masih melakukan aktifitas hidup seperti
respirasi. Selain mengalami proses respirasi, setelah dipanen cabai juga mengalami pelayuan akibat adanya proses
transpirasi. Oleh karena itu, untuk mempertahankan mutu cabai dari produsen
sampai pada konsumen diperlukan penanganan pascapanen. Penanganan pasca panen yang penting untuk mempertahankan mutu
cabai adalah dengan penyimpanan dan pengemasan. Pengemasan merupakan suatu
perlakuan sebelum dilakukan pemasaran dan bertujuan untuk mencegah kerusakan
produk. Cabai biasanya dikemas dengan menggunakan plastik polyethylene karena memiliki sifat kedap air dan dapat mencegah
transpirasi selama penyimpanan, serta murah dan mudah didapat.
Kerusakan pada cabai juga mengakibatkan
singkatnya selang waktu antara saat panen dan konsumsi apabila tidak mendapat
perlakuan untuk memperpanjang masa simpan (shelf
life). Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
memberikan perlakuan penyimpanan suhu dingin antara 7,2-10 0C dengan
tujuan agar dapat mempertahankan lebih lama. Penyimpanan diperlukan untuk
mempertahankan mutu dan kesegara buah hingga sampai ke tangan konsumen dalam
keadaan baik, selain itu juga bertujuan untuk memperpanjang umur simpan agar
dapat dikonsumsi pada waktu yang akan datang dengan mutu yang tetap baik.
Untuk menentukan tingkat kematangan cabai yang tepat dan saat panen yang
sesuai, dapat dilakukan berbagai cara, yaitu secara visual atau penampakan, secara
fisik, dan secara kimia. Tingkat kematangan pada cabai di tandai dengan
perubahan warna, perubahan warna
pada cabai yaitu: warna coklat
kehitaman, peralihan (coklat kemerah-merahan) dan masak (merah merata).
Tingkat
kematangan coklat kehitaman memberikan kualitas terbaik terhadap buah cabai.
Karena pada tingkat kematangan coklat kehitaman memberikan nilai susut bobot
terendah dan memberikan nilai tertinggi dalam mempertahankan kadar air, kadar
vitamin C dan nilai organoleptik tingkat kepedasan.
Kadar air buah cabai yang lebih tinggi diperoleh pada perlakuan lama
penyimpanan selama 7 hari (L1) sebesar 64,19% yang berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan selama
14 hari (L2) sebesar 60,59% dan 21 hari (L3) sebesar
57,95%.Menurut Apandi (1998) setelah dipanen sayuran dan buah-buahan akan
mengalami perubahan komposisi dan mutu karena proses metabolisme masih
berlanjut. Proses metabolisme yang terjadi tersebut adalah respirasi dan
transpirasi, yang mana tidak ada pergantian terhadap substrak yang telah
dirombak, sehingga akan terjadi terus proses kemunduran mutu.
Penyimpanan selama 7 hari memberikan kualitas
terbaik terhadap buah cabai. Karena semakin lama buah cabai disimpan maka susut
bobot akan semakin meningkat sedangkan kadar air, kadar vitamin C, nilai uji
organoleptik tekstur, warna, aroma dan penerimaan keseluruhan akan semakin
menurun.
Buah-buahan yang
disimpan akan mengalami penguapan (transpirasi) yang berarti mengalami
kehilangan air, dan dapat menyebabkan buah menjadi tampak layu atau tidak segar
dan kulit buah berkerut. Dalam hal ini yang terus terjadi adalah proses
turunnya kadar air pada buah cabai.
B.
Pengaruh
Jarak Tanam Dan Jumlah Benih Per Lubang Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.),
Oleh Adhe Lilha Elnysha, Mardhiah Hayati, Ashabul Anhar
Gandum (Triticum
aestivum L.) merupakan serealia dari famili Graminae (Poaceae). Gandum bahan makanan pokok manusia selain
beras, lebih popular dibandingkan bahan makanan lainnya sesama serealia karena
adanya keistimewaan kandungan gluten sekitar 80% dan protein yang cukup tinggi
pada bijinya. Gluten adalah protein yang bersifat kohesif dan liat sehingga
banyak digunakan untuk membuat roti, tepung dan sereal. Selain kandungan gluten
yang tinggi, gandum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi diantaranya
karbohidrat 60% - 80%, protein 6%- 17%, lemak 1.5%- 2.0%, mineral 1.5%- 2.0%
dan sejumlah vitamin
Gandum tropis
(dataran rendah) mampu berbunga lebih cepat yaitu antara 35-51 hari, sedangkan
gandum dataran tinggi dalam waktu 55-60 hari. Hasil gandum dataran rendah
adalah 2,4 ton/ha dengan menggunakan varietas Oasis-Skauz (varietas introduksi)
sedangkan varietas unggul nasional masing-masing Selayar, Nias dan Dewata
dengan hasil masing-masing 1,9; 1,6 dan 1,3 ton/ha.
Peningkatan
produksi gandum dapat dilakukan baik secara ekstensifikasi maupun
intensifikasi. Secara ekstensifikasi dengan meningkatkan luas areal tanam.
Sedangkan secara intensifikasi dapat dilakukan dengan memberikan pupuk sesuai
dosis, menggunakan varietas unggul dan mengatur jarak tanam dan kebutuhan benih
per lubang tanam.
Jarak tanam merupakan salah
satu faktor yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan produktivitas
tanaman. Jarak tanam yang terlalu rapat akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak
seragam dikarenakan persaingan dalam memperoleh
hara, cahaya dan air lebih besar antara satu tanaman dengan tanaman
lainnya. Namun apabila jarak tanam dibuat terlalu lebar maka akan diperoleh
produktivitas yang rendah karena masih ada luas lahan yang tidak dimanfaatkan.
Jarak tanam mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung dari tingkat kesuburan
tanah dan varietas (varietas yang kanopinya lebar, memerlukan jarak tanam lebih
besar daripada yang kanopinya lebih kecil). Jarak tanam untuk tanaman gandum
adalah 20 cm x 10 cm, 25 cm x 10 cm, 25 cm x 5 cm atau 30 cm x 10 cm.
Faktor lainnya yang berperan
penting terhadap produktivitas tanaman adalah jumlah benih per lubang
tanam. Banyaknya benih per lubang
tergantung dari daya tumbuh benih. Benih yang berdaya tumbuh 95 persen cukup
dua butir per lubang. Benih yang berdaya tumbuh kurang dari 90 persen sebaiknya
lebih dari dua butir per lubang. Jonhamas dan Marbun dalam, bibit yang ditanam dengan jumlah yang sedikit akan memiliki
kemampuan yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Tanaman
gandum siap dipanen setelah 80% dari rumpun telah bemalai, jerami batang dan
daun mengering serta menguning. Tanaman gandum siap dipanen jika 25 % dari
bagian malai telah matang penuh dan butir gandum cukup keras bila dipijit
ditangan. Pemanenan dilakukan dengan cara batang gandum dipotong 30 cm dari
ujung malai kemudian diikat. Malai yang baru dipanen dikeringkan, kemudian
dijemur pada panas matahari selama 1- 2 hari agar malai mudah dirontokan. Gandum dirontokan dengan menggunakan mesin
perontok yaitu thresher. Setelah perontokan biji gandum dikeringkan sampai
kadar air 14 persen.
C.
Struktur
Stratifikasi Vegetasi dan Dinamika Tumbuhan Manggrove Pantai Teupin Layen
Kecamatan Sukakarya Kota Sabang, Oleh Dinasri Muharija, Mulyadi, dan Fatiyah
Ekosistem
mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon mangrove yang tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
surut pantai berlumpur. Pembentuk vegetasi ini adalah jenis-jenis pohon yang
dapat beradaptasi secara fisiologis terhadap salinitas yang relatif tinggi,
struktur dan komposisi tanah yang lunak dan terpengaruh oleh pasang surut.
Jenis yang umum terdapat adalah Avicenia
Sp, Bruguieria Sp dan Rhizophora sp.
Vegetasi mangrove mempunyai peranan penting dalam
lingkungannya yaitu sebagai perangkap sedimen, penahan ombak, penahan angin,
pengendali angin, pengendali banjir, penetrasi pencemaran dan penahan intrusi
air asin. Sedangkan peranan dalam lingkungan biotik adalah sebagai tempat
berkembang biaknya berbagai biota air termasuk ikan, udang, molusca, reptilia,
mamalia dan burung.
Hutan mangrove dapat dijumpai disepanjang kawasan pesisir,
terutama pada daerah yang landai dan terlindung, serta ditopang oleh adanya
aliran air pasang surut serta aliran air sungai. Perkembangan setiap jenis
mangrove secara konsisten berkaitan erat dengan tipe substrat, elevasi dan
keterbukaan wilayah pesisir, sehingga spesifikasi tempat tumbuhnya berpengaruh
dominan terhadap tipe komunitas dan tumbuhan yang berasosiasi. Kerapatan jenis mangrove
dipengaruhi oleh ketersidiaan air tawar atau dengan kata lain salinitas dan
juga pertumbuhan mangrove
didukung oleh ketersediaan air yang membawa sedimen, pertumbuhan mangrove
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan zonasi yang berbeda.
Penyebaran dan zonasi
hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan, Kawasan hutan
mangrove terbagi menjadi 4 zona utama salah satunya adalah zona Ceriops yakni
zona yang berada dekat ketanah kering biasanya ditumbuhi jenis ceriops, struktur
zonasi mangrove lainnya yaitu mangrove terbuka, mangrove tengah, dan mangrove
payau.
D.
Analisis
Vegetasi Tumbuhan Berkayu Di
Hutan Lindung Lueng Angen Kecamatan Sukakarya Kota Sabang,
Oleh Mukarramah,
Nurdin
Amin,
Mulyadi
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan
komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk. Dengan analisis
vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi
suatu komunitas tumbuhan.
Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan
dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan, mempelajari tegakan hutan,
yaitu tingkat pohon dan permudaannya. Pohon merupakan tumbuhan
berkayu yang memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon,
Untuk membedakan pohon dari semak dapat dilihat dari bentuk dan penampilan.
Semak juga memiliki batang berkayu, tetapi tidak tumbuh tegak.
Hasil analisis vegetasi
tumbuhan berkayu di hutan lindung lueng angen didapatkan bahwa di hutan lindung
lueng angen didominasi oleh Laportea stimulans. Jenis ini merupakan tumbuhan pohonan yang banyak ditemukan di
daerah hutan hujan tropis dataran rendah, yang termasuk ke dalam famili urticaceae.
Laportea stimulans adalah jenis yang sangat melimpah baik pohon maupun anak pohon
seluruhnya mencapai 17 individu, dengan nilai penting 0,03. Villebrunea
rubescens merupakan jenis yang melimpah setelah Laportea stimulans.
Melimpahnya kedua jenis ini diduga karena kerusakan hutan oleh aktivitas
manusia. Karena apabila kerusakan diakibatkan letusan gunung berapi atau
kebakaran, maka yang akan berkembang dengan baik adalah jenisjenis Casuarina
sp atau Albizia sp. Laportea stimulans dan Villebrunea
rubescens dikelompokkan jenis-jenis sekunder.
E. Cadangan Karbon Hutan Lindung Lueng Angen
Di Kecamatan Suka Karya Kota Sabang, Oleh Nur’ Aini, Wardinal dan
Muslich Hidayat
Potensi sumber daya hutan lindung
lueng angen selain dapat dimanfaatkan sebagai faktor peningkat produksi wilayah
juga dapat berguna sebagai tata hijau untuk keseimbangan lingkungan terutama
apabila jumlahnya tetap terus dapat dipertahankan. Meski demikian, pengembangan
produksi kehutanan harus memperhatikan fungsi lindung yang dimilikinya. Hal ini
sangat terkait dengan topografi kawasan Sabang yang berbukit-bukit sehingga
membutuhkan ketersediaan hutan lindung untuk menjaga kelestarian lingkungannya.
Perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau
karbondioksida, metana dan nitrous oksida yang lebih dikenal dengan gas rumah
kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan
iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Vegetasi dapat mengubah CO2
menjadi O2 melalui proses fotosintesis. Akumulasi gas rumah kaca
akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan diperkirakan sebesar 20% dari
total emisi global yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan
iklim. Pemanasan global akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan
perubahan pola hujan serta kenaikan permukaan air laut.
Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambing
‘’C’’ dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur
utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari
organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak
tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfer. Stok Karbon
diestimasi dari Biomassa dengan mengikuti aturan 46% biomassa adalah karbon.
Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim.
Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus
karbon. Dari keseluruhan karbon hutan,
sekitar 50 % diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai
konsekuensinya, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan
sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer. Hutan, Tanah dan atmosfer
semuanya menyimpan karbon yang berpindah secara dinamis diantara tempat-tempat
penyimpanan tersebut sepanjang waktu. Tempat penyimpanan ini disebut dengan
kantong karbon aktif (active carbon pool).
Pengundulan hutan akan mengubah kesetimbangan carbon dengan meningkatkan jumlah
karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan,
tetapi hal ini tidak menambah jumlah keseluruhan karbon yang berinteraksi
dengan atmosfer.
Simpanan karbon lain yang penting adalah deposit bahan bakar
fosil. Simpanan karbon ini tersimpan jauh di dalam perut bumi dan secara alami
terpisah dari siklus karbon di atmosfer, kecuali jika simpanan tersebut di
ambil dab dilepaskan ke atmosfer ketika bahan-bahan tersebut dibakar. Tumbuhan
akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis
dan penyimpannya dalam jaringan tumbuhan.
Secara umum setiap tumbuhan
memiliki biomasa atau estimasi karbon. Begitu pula di kawasan hutan lindung
lueng angen yang memiliki potensi yang sangat besar dalam menyimpan cadangan
karbon. Lokasi penelitian di kawasan ini luasan totalnya secara administratif
adalah 4.932,98 Ha (32,44 %) pemerintah
terletak di kecamatan Sukakarya Kota Sabang. Dari enam stasiun yang diamati
terdapat 16 jenis pohon yang tumbuh di hutan lindung ini, diantaranya Paranphelium
xestophyllum dan Laportea stimulans.
Diketahui pada kawasan hutan lindung lueng angen ini diidentifikasi
memiliki beberapa tipe kawasan hutan yang terdiri atas rawa-rawa terbuka, hutan
rawa air tawar, hutan dipterokarpa dataran rendah, perbukitan dan landai yang lembab, secara keseluruhan mempunyai
spesies pohon pencirian yang berbeda untuk masing-masing jenis tumbuhannya.
Tipe vegetasi yang berbeda memberikan beberapa kemungkinan kondisi stok karbon
yang tersimpan pada setiap jenisnya.
Hasil penelitian mengenai cadangan karbon
biomassa di hutan lindung lueng angen kota Sabang kemudian dikonversikan ke formula
cadangan karbon untuk mengetahui potensi karbon yang tersimpan dalam kawasan
hutan lindung lueng angen kota Sabang. Secara umum perhitungan karbon hutan
diperoleh dari pembagian 0,5 dari biomassa total (Carbon = Biomassa x 0,5).
Hasil perhitungan langsung di lapangan diperoleh informasi cadangan karbon yang
tersimpan di hutan lindung lueng angen kota Sabang berkisar antara 0.030920 ton
C/ ha.
Jadi, penafsiran nilai potensi cadangan karbon
di hutan lindung lueng angen kecamatan sukakarya kota Sabang dapat
menginformasikan kondisi cadangan biomassa pohon yang tumbuh di hutan lindung
Lueng Angen tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Buah
cabai setelah dipanen masih melakukan aktifitas hidup seperti respirasi. Selain
mengalami proses respirasi, setelah dipanen cabai juga mengalami pelayuan akibat adanya proses transpirasi.
2.
Kerusakan pada cabai juga mengakibatkan
singkatnya selang waktu antara saat panen dan konsumsi apabila tidak mendapat
perlakuan untuk memperpanjang masa simpan (shelf
life).
3.
Tingkat
kematangan pada cabai di tandai dengan perubahan warna, perubahan warna pada
cabai yaitu: warna coklat kehitaman, peralihan (coklat kemerah-merahan)
dan masak (merah merata).
4.
Penyimpanan selama 7 hari memberikan kualitas
terbaik terhadap buah cabai. Karena semakin lama buah cabai disimpan maka susut
bobot akan semakin meningkat sedangkan kadar air, kadar vitamin C, nilai uji
organoleptik tekstur, warna, aroma dan penerimaan keseluruhan akan semakin
menurun.
5.
Peningkatan
produksi gandum dapat dilakukan baik secara ekstensifikasi maupun
intensifikasi.
6.
Jarak tanam merupakan
salah satu faktor yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan produktivitas
tanaman. Jarak tanam yang terlalu rapat akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak
seragam dikarenakan persaingan dalam memperoleh
hara, cahaya dan air lebih besar antara satu tanaman dengan tanaman
lainnya. Namun apabila jarak tanam dibuat terlalu lebar maka akan diperoleh
produktivitas yang rendah karena masih ada luas lahan yang tidak dimanfaatkan.
7.
Faktor lainnya yang
berperan penting terhadap produktivitas tanaman adalah jumlah benih per lubang
tanam.
8.
Vegetasi mangrove mempunyai peranan penting dalam
lingkungannya yaitu sebagai perangkap sedimen, penahan ombak, penahan angin,
pengendali angin, pengendali banjir, penetrasi pencemaran dan penahan intrusi
air asin.
9.
Hutan mangrove dapat dijumpai disepanjang kawasan pesisir,
terutama pada daerah yang landai dan terlindung, serta ditopang oleh adanya
aliran air pasang surut serta aliran air sungai.
10.
Analisis vegetasi adalah
suatu cara mempelajari susunan dan komposisi vegetasi secara bentuk (struktur)
vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.
11.
Analisis vegetasi dapat
digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat
tumbuh-tumbuhan, mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan
permudaannya.
12.
Biomassa
hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa hutan berperan
penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon.
13.
Simpanan
karbon lain yang penting adalah deposit bahan bakar fosil. Simpanan karbon ini
tersimpan jauh di dalam perut bumi dan secara alami terpisah dari siklus karbon
di atmosfer, kecuali jika simpanan tersebut di ambil dab dilepaskan ke atmosfer
ketika bahan-bahan tersebut dibakar.
14.
Tumbuhan
akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis
dan penyimpannya dalam jaringan tumbuhan.
15.
Hasil perhitungan langsung di lapangan diperoleh
informasi cadangan karbon yang tersimpan di hutan lindung lueng angen kota
Sabang berkisar antara 0.030920 ton C/ ha.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2006. Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani di Daerah
Marjinal. Program P4MI yang mulai dikembangkan di Kabupaten Blora tahun 2003.
Sinar Tani Edisi: 14-20
Juni 2006.
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran teknologi Pertanian. Jakarta.
Arief, A, Hortikultura, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
Fatmawati, H. Analisis Unjuk Kerja “Co Seeders” Prototipe
II Alat Penanam Benih yang Presisi dan
Fleksibel, Bogor: Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, 2011.
Greig,
Smith., Quantitative Plant Ecology,
Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1983.
Hairiah,
K., Rahayu, S., Pengukuran Cadangan
Karbon dari tingkat lahan ke bentang lahan, Bogor Indonesia: World
Agroforestry Center, 2007.
Hasrizart,
I. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa
Varietas Padi Sawah (Oriza sativa L.) pada Persiapan Tanah dan Jumlah Bibit
yang Berbeda, Medan: Universitas Sumatra Utara. 2008
Manuri,
S.,C.A.S Putra dan A.D. Saputra. Teknik Pendugaan
Cadangan Karbon Hutan, Palembang: Merang REDD Pilot Project, German
Internasional Cooperation-GIZ, 2011.
Pramudji.,
Dinamika Areal Hutan Mangrove Di Kawasan
Pesisir Teluk Kotania Seram Barat, jurnal Biologi Laut, vol. 16(3),
Jakarta: LIPI, 2001.
Purba, A, Penuntun Praktikum Fisiologi
Pascapanen. Medan: Jurusan Teknologi Pertanian. FP-USU, 1996.
Rohman,
Sumberartha., Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan, Malang: JICA, 2001.
Rukmana, R. Usaha
Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik, Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Syarief, R. dan
H. Halid, Teknologi Penyimpanan Pangan, Bogor: Arcan Kerja
Sama dengan PAU Pangan dan Gizi IPB, 1993
Wiyono,
T, N, Serealia Sumber Karbohidrat Utama, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1998.
0 komentar:
Posting Komentar