Rabu, 22 April 2015

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN ISTRI

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN ISTRI

1.        Istri yang Dikehendaki Syari’at Islam
Syari’at islam yang telah membuat sesuatu prototipe yang paling luhur dibanding syari’at-syari’at dan ajaran-ajaran lainnya, yang ditunjukkan kepada wanita, agar dia dapat mencapai keadaan ideal, baik dalam soal kesalehan maupun ketentraman jiwa. Karena, istilah yang harus mampu membuka permulaan yang baik, barulah sesudah diikuti reaksi-reaksi yang lebih baik dan lebih indah dari pihak suami. Ajaran- ajaran Islam dalam hal ini, antara lain :
Pertama, bahwa seorang istri hendaklah menjadi sumber kegembiraan suami. Maksudnya, hendaklah dia memperhatikan penampilan dan kecantikannya. Jauhkan raut muka yang sedih dan penampilan yang buruk, dan gantilah dengan wajah berseri dan cantik serta berpenampilan yang menawan.
Imam As-Suyuthi;[1] “Sesungguhnya para  Fuqaha’ telah banyak memberi nasehat kepada kaum wanita, agar berhias dengan sempurna selagi tinggal dalam rumah. Yakni, menyisir dan menghias rambutnya,dan memakai parfum didepan suami, supaya hati suami merasa tenang dan nyaman. Kemudian hendaklah dia menyenangkan suaminya dengan menjaga kebersihan, selalu berhias, bertutur kata yang lemah-lembut dan  bercanda yang baik. Dengan demikian, suami tidak merasa bosan dan lelah. Bahkan, akan menyambut istrinya dengan curahan cinta dan pemberian.
Kedua, istri hendaklah selalu ta’at kepada suaminya. Dalam sebuah hadist riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah SAW bersabda,
“Dan dia mentaati suaminya apabila dia menyuruh”
Ketaatan ini, maksudnya ketaatan yang disertai rasa hormat dan iman yang setinggi-tingginya. Karena, Rasulullah telah mengkaitkan ketaatan kepada suami ini dengan ketaatan kepada Allah. Bahkan, beliau menyatakan menjadi salah satu penyebab masuk surga, disamping berkaitan pula dengan tersebarnya cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga, serta tertanamnya akhlak yang muliadihati anak-anak.
Ketiga, istri hendaklah dapat dipercaya atas harta dan kehormatan suami. Mengenai harta, maksudnya, dia wajib menjaga harta suami, baik berupa uang ataupun hak miliknya yang lain. Jadi, dan tidak boleh boros dan menyia-nyiakan harta. Tidak boleh menggunakan harta suami kecuali dengan seizinnya, dan harus selalu berusaha membelanjakannya secara tepat, baik suami ada dirumah ataupun tidak.
Begitu pula, dia harus bisa dipercaya atas kehormatan suami. Maksudnya, mampu menjaga kehormatannya di saat dia tidak ada dirumah, serta memelihara rahasia-rahasianya dengan sebaik-baiknya. Jadi, dia tidak boleh membeberkan rahasia-rahasia itu kepada siapapun juga, baik orang dekat ataupun jauh. Begitu pula, istri wajib menjaga anak-anak suaminya, dengan mengasuh, dengan mendidik, menjaga kesehatan mereka dengan sebaik-baiknya. Di samping itu, istri wajib pula menjaga keluarga dan kerabat-kerabat suaminya. Maksudnya, dia tidak boleh berbuat buruk ataupun memutuskan hubungan dengan mereka. Adapun mengenai menjaga dirinya, itu apalagi adalah puncak penjagaan.
Keempat, istri hendaklah menjaga kebersihan dirinya, perhiasannya dan rumahya. Karena, menjaga kebersihan dan perhiasannya rumahnya termasuk faktor kesuksesan dalam hubungan suami-istri. Maksudnya, bahwa kebersihan akan menambah keindahan dan kejernihan jiwa. Bahkan, kebersihan adalah neraca yang membedakan antara diri seorang istri dan wanita lain. Adapun yang pertama-tama yang harus diperhatikan dalam hal ini, adalah kebersihan dirinya. Yakni, hendaklah terlebih dahulu ia memperhatikan kebersihan mulut, gigi kemudian sekujur tubuhnya, selain memperhatikan pula kebersihan wajah dan mata, dengan tidak lupa menampakkan keindahannya, asalkan tidak berkembang menjadi merubah penciptaan dan tabi’at kewanitaan itu sendiri, seperti yang kita saksikan pada hari-hari ini.

2.        Lain Dulu, Lain Sekarang
Saya bertemu dengan teman baikku. Bertahun-tahun lamanya saya tidak bertemu dengannya. Ketika bertemu kali ini saya lihat dia nampak sedih dan pusing. Padahal, sebelumnya saya kenal dia pria yang selalu riang, seolah-olah tidak pernah memikul beban apapun dalam soal duniawi. Saya juga kenal istrinya, dan saya tahu betapa cinta yang berhasil menghimpun kedunaya. Oleh karena itu, saya bertnaya kepadanya, gerangan apa yang menimpanya, dan kesusahan apa yang membuatnya menderita. Maka, dia curahkan isi hatinya kepadaku.
“Sesungguhnya yang menyayat-nyatat hatiku dan membuat aku menderita, tak lain adalah karena aku merasakan perbedaan yang sangat besar pada sikap istriku akhir-akhir ini, aku sama sekali tidak bisa melupakan sikap-sikapnya yang baik dan tabiat-tabiatnya yang indah pada hari-hari pertunangan dulu.
-            Saat itu dia selalu berusaha bermuka manis, dan menghias wajah kehidupan untukku, dengan senyuman, kasih sayang dan kelembutannya.
-            Dia selalu taat kepadaku dengan segera, dan aku merasa bahwa dia tersiksa bila kondisi mencegahnya hingga tidak bisa mematuhi aku.
-            Dia selalu lebih dulu memenuhi keinginan-keinginaku, sebelum aku berpikir atau mengungkapkannya.
-            Dia selalu memperhatikan kecantikannya dan berhias untukku, dengan menegenakan pakaian-pakaian yang disukainya, atau dengan menyibakkan rambutnya dengan cara apapunagar aku suka melihatnya.
-            Tutur katanya waktu itu penuh kelembutan dan kasih sayang. Dengan sikap seperti itu, maka dalam pandangganku dia adalah orang yang sangat luhur jiwanya, sopan akhlaknya, manis perilakunya, baik dan toleran, sehingga aku serahkan kepadanya urusanku.
-            Dia tidak henti-hentinya berbicara kepadaku tentang pekerjaanku, dan burusaha menyelami isi hatiku sedalam-dalamnya untuk mengetahui segala sesuatu tentang  penderitaanku, angan-anganku, dan cita-cita dalam hidup.
-            Tidak pernah dia menentangku mengenai pikiranku ketika aku bersikeras. Dia hanaya mengikuti aku seolah-olah mempercayai pendapatku. Kemudian barulah berdiskusi denganku dengan lemah-lembut dan pikiran yang logis setelah aku reda.
-            Tidak pernah ia mencemburui aku, karena dia percaya kepadaku. Dan aku pun tidak pernah cemburu kepadanya, karena aku menghormatinya dan menjaga kemuliaannya, dan aku yakin akn keluhuran akhlaknya.
-            Dia selalu menyakinkan kepadaku, bahwa dia adalah gadis yang sederhana, menerima apa adanya dan hemat. Penghasilanku yang rendah pasti cukup buat kami, dan dari penghasilan itu dia akan buat hal-hal yang menakjubkan.
-            Dia sering bersumpah kepadaku, bahwa dia mencintaiku ibuku, karena dia mencintai aku dan dia menghormati segala keluargaku, karena mereka adalah bagian dariku. Bahkan, dia menyatakan, saudara perempuanku amat sopan, lemah lembut dan berakhlak luhur.

Tapi, sekarang, setelah lewat beberapa tahu sejak pernikahan kami, segala sesuatu mengenai akhlak istrikujadi berubah. Sehingga, aku kini tidak mengenalnya lagi seperti dulu. Berikut ini adalah sikap-sikapnya setelah pernikahan :
-            Dia tidak lagi memperhatikan kesenangan-kesenangan dan kecenderungan-kecenderunganku. Menurut perasaanya aku menjadi miliknya. Aku kini kehilangan darinya segala keinginan dan upayanya untuk menyenangkanku.
-            Dalam kehidupan sehari-hari dia nampak serius. Wajahnya yang dulu nampak berseri, sekarang nampak manja. Dia semakin pandai memerankan sikap berpaling dan menghadap. Dia memberiku, tapi seolah-olah lebih unggul dan bermurah hati kedaku.
-            Dia mulai cemburu kepadaku secara ngaur, bodoh, dan menegangkan urat saraf, serta menghabiskan segala kesabaran. Cemburu terhadap apa saja. Dan, sangat disayangkan, cemburunya itu bukan karena dorongan cinta , tetapi karena ingin memperoleh sesuatu, atau kerena sombong den hendak menguasai.
-            Setiap kali aku memberi perintah kepadanya, dia menggoyagkan pundaknya seraya menolak. Setiap kali aku mengecamnya karena suatu , hal, dia berusaha mendebatku, dan dia tandaskan bahwa dia sama sekali tidak bersalah.
-            Dia tidak lagi berhias untukku, tetapi untuk orang-orang lain. Tidak lagi membersihkan rumanya. Dia hanya menghias ketika ada tamu-tamu untuk mendapatkan pujian dan kekagumannya.
-            Dia mengabaikan kecantikan dan rambutnya, bahkan segala melupakan apa-apa yang aku sukai, sehingga seakan-akan dia wanita lain, bukan yang dulu lagi.
-            Berbicaranya menjadi logis dan kering, tidak lagi memuat perasaan. Dan dia tidak lagi menanyakan kepadaku tentang pekerjaanku, seakan-akan itu tidak penting baginya.
-            Adapun soal qana’ah dan hemat, itu sudah berubah. Dulu dia keluarkan uang untuk sekedar membiayai kebutuhan rumah tangga dan sisanya dai tabung. Tetapi, kini dia belanjakan uang itu untuk membeli berbagai modek pakaian, alat-alat kecantikan dan memperindah penampilan-penampilan, dengan tujuan hendak berbangga dan menunjukkan kemewahan di hadapan teman-teman yang sebayanya.
-            Dia mulai berani menghina ibuku, merendahkan keluargaku, dan berusaha menarik aku supaya berpihak kepada keluarganya. Bahkan, dia menyindir dan mengupat saudara perempuanku, dan dia katakan kepadaku, itu perempuan busuk dan pembuat makar serta berusaha menghancurkan kebahagiaan kami.”

Prmbicaraan temanku itu akhirnya selesai, setelah dia curahkan segenap ganjalan dalam hatinya yang penuh penyesalan, kepahitan dan penderitaan.




[1] Al-idhah fil Ilmi An-Nikah, karya Jalaluddin As-Suyuthi

0 komentar:

Posting Komentar